Dedy Sudarya: Seniman Teater Harus Lebih Buka Diri
Dedy Sudarya saat menjadi narasumber dalam Diskusi Teater di Tenggarong, Sabtu (18/10) malam Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 19/10/2008 20:31 WITA
Sebagian besar kelompok teater atau lembaga kesenian lainnya saat ini sangat bergantung pada kemurahan hati pemerintah ketika ingin berproduksi. Fakta ini akhirnya menimbulkan kesan bahwa tak ada bantuan, tak ada karya.
Hal tersebut disampaikan seniman sastra/aktor teater Dedy Sudarya dalam acara Diskusi Teater garapan Kelompok Sandiwara H di gedung Serapo LPKK H Zailani Idris, Tenggarong, Sabtu (18/10) malam.
Menurut Dedi, hal ini jelas sebuah kelemahan seniman teater Kaltim yang justru mendiamkan kondisi tersebut. Jika hal ini terus berlangsung, lanjutnya, secara perlahan namun pasti seni teater di Kaltim akan mati.
"Meski pemerintah sudah cukup punya peran, namun saya akui peran tersebut barulah sebatas pelaksanaan program saja. Mungkin agar kelihatan cukup peduli. Peran ini belum menyentuh pada suatu tinjauan mengenai apakah teater dengan segenap instrumennya bisa dijadikan suatu peluncur bagi misi kebudayaan daerah," ujar Dedy yang juga Anggota DPRD Kukar masa bakti 2004-2009 ini.
Menurut Dedy, membangun sebuah hubungan yang menguntungkan antara seniman teater dan pemerintah adalah sebuah pekerjaan kita bersama. "Entah bagaimana caranya. Kita jualah yang tahu sebetulnya dan kita pula yang harus memulainya," imbuhnya.
Ditambahkan Dedy, pemerintah tentu tak mau sekedar memberi saja dan seniman teater juga tak bisa selamanya hanya meminta. "Suatu waktu, bolehlah bertukar peran. Pemerintah meminta, seniman teater yang memberi. Pemerintah biasanya akan meminta kalau mereka membutuhkan sesuatu," paparnya lagi.
Kelanjutan episode teater Kaltim ke depan, lanjut Dedy, akan banyak ditentukan oleh dua hal. Pertama adalah kemurahan hati pemerintah daerah melalui berbagai kebijakan yang mendukung perkembangan teater.
"Artinya, kalau memang tak bisa mengangkat panggungnya ke atas, barangkali boleh dipikirkan untuk mendorong senimannya agar mampu berkarya di tingkat nasional dan turut mengharumkan nama daerah," jelas penulis yang memiliki nama samaran Nala Arung ini.
Kemudian yang kedua, kerelaan dari para seniman untuk lebih membuka diri terhadap apapun yang berpotensi mendorong teater menjadi lebih eksis baik secara komunal maupun personal.
"Eksistensi dalam hal ini bukanlah cuma soal komunikasi karya tapi juga komunikasi diri, soal kesungguhan mengembangkan jaringan kerja dan jaringan kehumasan melalui publikasi di media. Tanpa itu, teater Kaltim akan terus seperti sekarang ini," pungkasnya. (win)
|