Tampil Perdana Didepan Publik Tenggarong, Satagu Persembahkan The Urban Penampilan para seniman Sanggar Tari Gubang yang menyajikan sebuah karya tari bertajuk The Urban, Sabtu (01/04) malam Photo: Agri
KutaiKartanegara.com - 02/04/2006 19:41 WITA
Bunyi tetabuhan terus dimainkan dalam tempo tinggi. Para penari pria dan wanita berpakaian hitam-hitam mulai bergerak liar kesana kemari mengikuti irama yang dinamis.
Sesekali 2 penari pria saling berbenturan atau meloncat saling bertubrukan seolah tengah terjadi pertikaian diantara mereka. Hingga akhirnya mereka semua terpuruk, dan kembali bangkit dalam sebuah kebersamaan.
Adegan demi adegan tersebut merupakan bagian dari pagelaran tari kontemporer bertajuk The Urban garapan Sanggar Tari Gubang yang digelar Sabtu (01/04) malam di pelataran sekitar Jembatan Kartanegara, Tenggarong.
Menurut pimpinan Sanggar Tari Gubang (Satagu), Hariyansa SE, pagelaran tari kontemporer ini merupakan penampilan perdana kelompok mereka dihadapan publik 'Kota Raja' Tenggarong. "Kami ingin menunjukkan kepada masyarakat Tenggarong mengenai keberadaan Sanggar Tari Gubang yang baru sekitar 4 bulan berdiri," imbuh Hariyansa.
Salah satu adegan dalam tari kontemporer The Urban karya koreografer Hariyansa (kiri) Photo: Agri | | |
Meski baru dibentuk sejak 28 Nopember 2005, Satagu ternyata telah tampil dan berkarya membawa nama harum nama Kutai Kartanegara (Kukar) di pentas seni tari tradisi maupun kontemporer tingkat nasional, seperti mengikuti Festival Zapin Rumpun Asia Tenggara 2005 dan kompetisi Tari Tunggal Kontenmporer 2006 belum lama ini di Pekanbaru, Riau.
Setelah tampil di tingkat nasional, ujar Hariyansa, baru pada awal April pihaknya melakukan unjuk kebolehan dihadapan masyarakat Tenggarong dengan sebuah karya tari kontemporer The Urban.
Tarian kontemporer berdurasi sekitar 30 menit ini melibatkan 7 orang penari termasuk sang koreografer Hariyansa dengan dukungan 6 orang pemusik yang dimotori Tri Andi Yuniarso.
Menurut pria jangkung yang akrab disapa Ancha ini, karya tari kontemporer bertajuk The Urban digarap selama kurang lebih 2 bulan. Selain melibatkan para pengurus Satagu, karya tari ini melibatkan para seniman lainnya secara freelance.
Dijelaskan Ancha, tarian ini menggambarkan kehidupan manusia di perkotaan yang terdiri dari multi suku, ras dan agama. "Di tengah upaya mereka untuk bertahan dalam gesekan modernitas, terjadilah berbagai gejolak dan pemberontakan hingga berakhir dalam suatu perdamaian," kata Ancha.
Kegiatan pagelaran yang sangat sederhana ini tadi malam mendapat perhatian para praktisi seni kota Tenggarong. Ratusan warga Tenggarong yang melintas Jalan Wolter Monginsidi pun cukup antusias menyaksikan pertunjukan tari kontemporer yang sangat jarang ditampilkan di tepi jalan ini. (win)
|