Dapat Apresiasi Delegasi Mancanegara Drama Tari Kolosal Bena Budaya Etam Pukau Ribuan Penonton Salah satu adegan drama tari kolosal yang menggambarkan konflik antara kelompok modern dance dengan kelompok tari tradisi Photo: Agri
Salah seorang pendukung drama tari kolosal saat membawakan tarian Bali Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 24/07/2017 23:47 WITA
Drama tari kolosal bertajuk Bena Budaya Etam yang menjadi suguhan pemuncak seremoni pembukaan Erau Adat Kutai dan International Folk Art Festival (EIFAF) 2017 berhasil memukau ribuan undangan maupun penonton yang memadati Stadion Rondong Demang, Tenggarong, Minggu (23/07) kemarin.
Bahkan beberapa anggota delegasi kesenian mancanegara, seperti Bulgaria, China Taipei, India, Jepang, Korea Selatan, Polandia, Slovakia dan Thailand, memberikan apresiasi dengan memberikan aplaus meriah hingga acungan jempol kepada para pendukung tari kolosal tersebut.
"Bravo.. Bravo!" seru salah seorang anggota delegasi kesenian India saat ratusan pendukung drama tari kolosal menyudahi penampilan mereka dengan melakukan defile sambil melambaikan tangan kepada para penonton.
Sejumlah anggota delegasi kesenian EIFAF 2017 memberikan apresiasi kepada para pendukung tari kolosal Photo: Agri
Drama tari kolosal berdurasi 15 menit yang digarap koreografer Hariayansa dari Yayasan Gubang ini menggambarkan kehidupan masyarakat Kutai Kartanegara dari beragam suku yang masih mempertahankan seni tradisi.
Sebuah konflik muncul dalam suatu adegan drama tari ini ketika sejumlah anak muda yang lebih menggemari budaya asing mulai mem-bully anak-anak muda yang membawakan tari tradisi Kutai, yakni Jepen.
Suguhan drama tari kolosal Bena Budaya Etam menjadi pemuncak upacara pembukaan EIFAF 2017 Photo: Agri
Adu mulut pun terjadi. Hingga kedua kelompok tersebut sepakat untuk melakukan battle atau adu tarian. Anak-anak gaul itu dengan kompak memperagakan modern dance yang kemudian dibalas anak-anak muda pelaku seni tradisi dengan tarian Jepen.
Singkat cerita, anak-anak gaul tersebut akhirnya mulai mengakui dan ikut menghargai budaya daerah mereka sendiri. Mereka pun berdamai dengan anak-anak muda yang masih mempertahankan dan melestarikan seni tradisi.
Banyak yang tidak tahu jika proses penggarapan drama tari kolosal ini berjalan singkat dan boleh dibilang cukup mepet. Betapa tidak, 150 orang pendukung tari massal ini hanya punya waktu kurang dari 18 hari untuk berlatih mempersiapkan diri.
Unsur tari Bali, Minang, Jawa dan Bugis, ikut tampil dalam drama tari ini mewakili kesenian nusantara Photo: Agri
"Alhamdulillah. Puji syukur para pendukung tari kolosal bisa tampil maksimal meski persiapan kita sebenarnya cukup terbatas," kata Hariyansa, selaku koreografer drama tari kolosal Bena Budaya Etam.
Menurut Hariyansa, suksesnya suguhan drama tari kolosal ini tak lepas dari kerja keras para pendukung drama tari kolosal tersebut. "Yang terpenting adalah kedisplinan dan kerjasama tim, sehingga karya ini menjadi suatu keutuhan," ujar pria yang akrab disapa Ancha ini.
Ditambahkan Ancha, sajian tari massal pembukaan Erau/EIFAF kali ini memang cukup berbeda dibanding yang sudah-sudah. "Karena pada garapan kali ini diselingi dengan beberapa dialog. Itulah sebabnya kita sebut suguhan ini sebagai drama tari kolosal. Ini semua tak lepas dari gagasan ibu Bupati yang meminta ada unsur cerita pada tari kolosal pembukaan Erau, sehingga kita buat dalam garapan ini," pungkasnya. (win)
|