Samakan Persepsi, Tim Saber Pungli Diberi Pembekalan
Suasana workshop pembekalan bagi tim Saber Pungli Kukar di Tenggarong, Rabu (28/12) kemarin Photo: Istimewa
|
KutaiKartanegara.com - 29/12/2016 11:59 WITA
Untuk menyamakan persepsi sekaligus meningkatkan kapabilitas anggotanya, tim Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kutai Kartanegara menggelar workshop pembekalan di Tenggarong, Rabu (28/12) siang.
Kegiatan workshop pembekalan yang berlangsung selama sehari di Ruang Rapat Inspektorat Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) ini dipimpin langsung Ketua Satgas Saber Pungli Kukar, Andre Anas.
"Workshop ini adalah bagian dari komitmen untuk meningkatkan kemampuan dan penyamaan persepsi tentang pungutan liar. Sehingga ketika sosialisasi dilaksanakan di SKPD maupun masyarakat, semuanya satu bahasa," ujar Andre yang juga Wakapolres Kukar ini.
Andre pun berterima kasih kepada Kepala Inspektorat Wilayah Kukar selaku Wakil Ketua Satgas Saber Pungli yang telah menfasilitasi kegiatan tersebut. "Walaupun dana minim, kita dapat melaksanakan kegiatan ini. Dan setahu saya, workshop ini baru yang pertama di Kaltim. Jadi kita bersyukur karena kita selangkah lebih maju," ujarnya.
Kegiatan workshop ini menampilkan narasumber dari Universitas Kutai Kartanegara, yakni Dekan Fakultas Hukum Safliansyah SH MH, yang memaparkan pemahaman tentang pungutan liar ditinjau dari aspek hukum.
Dalam pemaparannya, Safliansyah menjelaskan bahwa pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau pegawai negeri atau pejabat negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.
"Kasus Pungli tidak diatur dengan pasti dalam KUHP. Namun demikian dapat dipersamakan dengan tindakan penipuan, pemerasan dan korupsi," kata pria yang akrab disapa Safli ini.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pungli, lanjut Safli, adalah dikarenakan adanya penyalahgunaan wewenang oleh aparatur, kemudian buruknya karakter dan mental aparatur.
"Selain itu dikarenakan penghasilan aparatur yang masih rendah dibanding dengan wewenang dan tanggungjawabnya, lalu faktor budaya dan kultur organisasi di instansi aparatur berada, keterbatasan SDM, serta lemahnya sistem pengawasan dari pimpinan organisasi," demikian paparnya. (her/win)
|