Keren! Gubang Pentaskan Tari Kontemporer di Sungai Tenggarong Suguhan tari kontemporer garapan Gubang Art Community yang cukup unik lantaran dipentaskan di atas sungai dengan menggunakan perahu Photo: Agri
Aksi para penari dari Gubang Art Community yang sukses menghibur warga Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 26/12/2016 23:30 WITA
Lantunan musik mengalun syahdu mengiringi gemulai gerak para penari di atas perahu yang bergerak pelan menyusuri sungai Tenggarong. Gemericik suara air yang tercipta dari kayuhan dayung ikut menambah indahnya harmoni malam itu.
Ratusan penonton yang menyaksikan suguhan tari kontemporer di atas sungai Tenggarong ini tampak ikut larut dalam suasana. Mereka tampak menikmati tarian dan alunan musik kontemporer yang dipersembahkan Gubang Art Community selama kurang lebih 30 menit.
Meramu Punggung Sang Anak Mahakam. Demikian tajuk tari kontemporer garapan koreografer Hariyansa pada Minggu (25/12) malam kemarin di sungai Tenggarong, tepatnya di antara jembatan besi dan jembatan Aji Imbut.
Gubang sendiri merupakan satu-satunya grup tari di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang tetap konsisten mengusung tema kontemporer pada karya-karya mereka, di samping tari tradisi tentunya.
Sedikitnya 6 buah perahu digunakan Gubang untuk persembahan tari kontemporer mereka Photo: Agri
Tampil di atas perahu dengan sungai Tenggarong sebagai pentas utamanya merupakan pertama kalinya dilakukan Gubang Art Community.
Tahun 2010 silam, Gubang sebenarnya pernah mempersembahkan tari kontemporer bertajuk Magnetism Mahakam di sungai Tenggarong. Hanya saja, tarian tersebut dilakukan di atas pentas bambu yang dibangun di tepi sungai.
"Ya, tarian kontemporer kali ini kita garap di atas sungai Tenggarong dengan menggunakan 6 buah perahu. Kita ingin menggambarkan kehidupan manusia yang sangat tergantung pada air, khususnya sungai," kata pria yang akrab dipanggil Ancha ini.
Menurut Ancha, ada pesan lingkungan yang ingin disampaikannya lewat garapan tari berjudul Meramu Punggung Sang Anak Mahakam ini. "Saya ingin mengajak masyarakat untuk mencintai sungai. Caranya sederhana, yakni dengan selalu menjaga dan melestarikannya. Dan jangan sampai mengotorinya," imbuhnya.
Diakui Ancha, tidak terlalu banyak persiapan yang dilakukan untuk menggarap tari kontemporer yang ditampilkan dalam rangka perayaan hari jadi Gubang ini.
"Sebenarnya kami tidak ada rencana untuk pementasan tahun ini. Namun karena desakan dari kawan-kawan, akhirnya baru pada 5 Desember saya putuskan untuk tampil di hadapan masyarakat. Jadi persiapannya tak sampai satu bulan. Kemudian untuk latihan menari di atas perahu baru dilakukan dalam waktu 4 hari sebelum hari-H," ungkapnya.
Untuk garapan tari kontemporer ini, lanjut Ancha, pihaknya bekerjasama dengan atlet dayung Kukar untuk mengoperasikan 6 buah perahu yang akan membawa 8 orang penari dan 6 pemusik. "Untuk iringan musik pada tarian ini digarap rekan kami, Achmad Fauzi. Semuanya ada 8 orang, termasuk 6 orang pemusik yang berada di masing-masing perahu," ujarnya.
Ancha pun berterima kasih kepada semua pihak yang telah menyukseskan pertunjukan tari kontemporer di atas sungai itu, khususnya warga Tenggarong yang tetap tertib menyaksikan tarian tersebut dari awal sampai akhir.
"Alhamdulillah, apresiasi warga Tenggarong sangat baik. Mereka tak beranjak dari lokasi dari awal sampai akhir pertunjukan. Tadinya saya pikir mereka akan bosan melihat tari kontemporer ini, ternyata mereka tetap bertahan sampai selesai," pungkasnya. (win)
|