Biogas, Berkah dari Kotoran Sapi Untuk Energi Alternatif Pak Asnawi menunjukkan instalasi biogas bantuan Total E&P Indonesie yang terpasang di halaman rumahnya Photo: Agri
Instalasi biogas bantuan Total E&P Indonesie telah dibangun sejak tahun 2014 lalu Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 21/06/2016 22:58 WITA
Bagi sebagian orang, kotoran sapi mungkin dianggap sebagai benda yang sangat menjijikkan. Namun ternyata ada manfaat lebih dari kotoran sapi. Bukan hanya untuk pupuk, namun sebagai sumber energi alternatif.
Aroma kotoran sapi yang begitu khas tercium di halaman samping rumah Asnawi, 57, seorang peternak yang bermukim di RT 5 Kelurahan Teluk Pemedas, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Ternyata aroma kotoran sapi yang cukup menyengat itu berasal dari sebuah bak penampung yang merupakan bagian inlet instalasi biogas milik Kelompok Tani Ternak (KTT) Sejahtera Jaya.
Instalasi biogas yang dibangun sejak tahun 2014 ini merupakan bantuan program Tanggung Jawab Sosial (TJS) perusahaan migas multinasional, Total E&P Indonesie.
Lewat instalasi inilah, kotoran sapi yang cukup melimpah dimanfaatkan sebagai bahan baku pengolah gas metan atau biogas, yang kemudian menjadi sumber energi alternatif untuk keperluan rumah tangga, terutama untuk memasak.
Asnawi cukup bangga dan bahagia dengan keberadaan instalasi biogas tersebut. "Biogas ini sungguh luar biasa manfaatnya," ujar Asnawi sambil tersenyum.
Ketua KTT Sejahtera Jaya ini mengaku tidak perlu kuatir lagi jika LPG atau elpiji mengalami kelangkaan di pasaran. Bahkan, jika harga elpiji melambung sekalipun, dirinya tak lagi resah. Karena biogas telah menjadi solusi atas kebutuhan rumah tangga mereka akan bahan bakar.
Menurut Asnawi, manfaat instalasi biogas yang terpasang di halaman rumahnya itu tak hanya dirasakan keluarganya saja. Namun juga oleh dua rumah tangga lainnya yang merupakan anggota KTT Sejahtera Jaya.
"Instalasi biogas di tempat kami memang terbatas untuk 3 rumah tangga saja. Untuk keperluan biogas sehari-harinya, dibutuhkan satu gerobak kotoran dari 5 ekor sapi," terangnya.
Asnawi pun bercerita bagaimana awal mula mereka mulai beternak sapi hingga memanfaatkan kotoran sapi untuk menghasilkan biogas. Awalnya, mereka mendapat bantuan 6 ekor sapi dari Total E& P Indonesie pada tahun 2012.
Usaha ternak sapi yang dikembangkan Asnawi dkk ternyata cukup sukses. Pada tahun 2014, kelompok ternak yang beranggotakan 18 orang ini kembali mendapatkan bantuan 50 ekor sapi dari Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur.
Keberhasilan KTT Sejahtera Jaya dalam mengembangkan ternak sapi inilah yang menjadi dasar bagi Total E&P Indonesie untuk kembali memberikan bantuan berupa instalasi biogas.
"Ya, KTT Sejahtera Jaya kita pilih sebagai proyek percontohan instalasi biogas dikarenakan mereka berhasil mengembangkan bantuan sapi yang diberikan dengan pemeliharan ternak sapi yang sudah dikandangkan. Itu salah satu syarat untuk instalasi biogas," kata Ari Kartika, Kepala Deputi Divisi Pembangunan Berkelanjutan dan Kemasyarakatan Total E&P Indonesie.
Menurut Ari, bantuan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pelatihan yang diadakan sebelumnya yaitu Pertanian Terpadu dan Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Dengan Instalasi Biogas. "Secara keseluruhan ada 3 instalasi biogas yang kita bangun di Kecamatan Muara Jawa dan Samboja," ungkapnya.
Bantuan instalasi biogas pertama oleh Total E&P Indonesie diberikan untuk KTT Sindang Jaya, Kelurahan Muara Jawa Tengah, Kecamatan Muara Jawa, pada tahun 2013. Kemudian pada tahun 2014, instalasi serupa dibangun untuk KTT Sejahtera Jaya, Kelurahan Teluk Pemedas, Samboja, dan KTT Ruhui Rahayu I, Kelurahan Muara Jawa Ilir, Muara Jawa.
Berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun instalasi biogas? Ari pun menyebutkan besarannya mencapai kurang lebih Rp 30 juta. Dana tersebut dibutuhkan untuk membangun reaktor biogas berbentuk kubah atau digester dengan volume mencapai 13 meter kubik. "Digester ini maksimal mampu menampung volume gas mencapai 2,6 meter kubik," jelas Ari.
Pemanfaatan biogas dari limbah kotoran ternak tentu saja memberi harapan kepada umat manusia jika kelak sumber energi dari bahan bakar fosil telah habis. Bahkan untuk skala besar, biogas yang dihasilkan limbah kotoran ternak dan sampah organik dapat digunakan sebagai bahan baku utama pembangkit listrik.
Biogas sendiri dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi kotoran organik, baik kotoran ternak maupun manusia, serta sampah organik dalam kondisi anaerobik atau kedap udara.
Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sudah dikenal sejak lama yakni sejak akhir abad ke-19, terutama di kalangan petani Inggris, Rusia, dan Amerika Serikat. Bahkan negara India boleh dibilang sebagai pelopor dan pengguna energi biogas yang sangat luas, yakni sudah disatukannya saluran dari WC biasa ke digester.
Nilai kalori dari 1 meter kubik biogas mencapai 6.000 watt jam yang setara dengan 0,5 liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar fosil, seperti minyak tanah, elpiji, butana, atau batu bara.
Kelebihan lain dari pemanfaatan biogas adalah sifatnya yang ramah lingkungan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih ketimbang batu bara atau bahan bakar fosil lainnya. Dengan demikian, penggunaan biogas juga dapat menekan emisi gas rumah kaca yang selama ini menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global.
Selain itu, biogas juga aman digunakan untuk skala rumah tangga. Biogas tidak mudah meledak seperti gas LPG. "Sekarang nggak perlu takut kalau anak saya memasak pakai kompor biogas. Karena biogas ini aman," kata Ahmad Solihin, 47, tetangga Asnawi yang juga anggota KTT Sejahtera Jaya.
Meski telah memanfaatkan biogas, lanjut Ahmad Solihin, keluarganya tetap membeli gas elpiji berkapasitas 3 kg untuk sekedar jaga-jaga jika persediaan biogas habis atau karena biogas tak dapat mengalir akibat aliran listrik padam.
"Kalau persediaan biogas mulai menipis, tekanannya berkurang dan sulit mengalir ke rumah saya. Jadi perlu bantuan kompresor agar lancar. Nah, kalau listrik padam, tentunya kami nggak bisa memasak. Itulah sebabnya kami juga membeli gas elpiji untuk sekedar jaga-jaga," pungkasnya. (M. Agri Winata)
|