Warga Dayak Modang Suguhkan Adat Pelekatan Nama Anak yang menjalani upacara adat pelekatan nama ikut memegang hewan yang dikorbankan Photo: Agri
Para tetua adat bersama keluarga menari bersama sebanyak 8 putaran pada prosesi pelekatan nama Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 21/06/2014 14:48 WITA
Pelaksanaan pesta adat Erau 2014 tak hanya menampilkan atraksi seni dan budaya masyarakat Kutai dan mancanegara, namun juga dari komunitas masyarakat suku Dayak.
Salah satunya adalah pagelaran upacara adat pelekatan nama suku Dayak Modang yang digelar di kawasan pentas utama Timbau Skatepark, Tenggarong, Kamis (19/06) sore lalu.
Meski pagelaran upacara adat ini hanyalah untuk suguhan atraksi budaya, namun pihak Kerukunan Keluarga Dayak Modang (KKDM) Tenggarong tetap melaksanakan ritual pelekatan atau pemberian nama ini dengan serius dan sesuai dengan adat yang diwariskan leluhur mereka.
Prosesi tersebut diawali dengan ritual Nen Kaeg Heig Metae atau permohonan kepada Yang Maha Kuasa, yang dilakukan oleh pemimpin KKDM Tenggarong, F Jiu Luay.
Setelah membacakan mantera atau doa-doa dengan menghadap ke sungai Mahakam, pimpinan upacara adat menaruh 9 butir telur ayam kampung di ujung masing-masing tongkat mambu yang sudah ditancapkan berjejer, yang dibagian bawahnya terdapat sirih, rokok dan beras.
Kemudian seekor ayam jantan berwarna merah pun disembelih, darahnya di sangga dalam piring putih berisi beras dan telur, untuk kemudian ditaruh di Mahakam. Bunyi tetabuhan gong dan gendang mengiringi seluruh rangkaian ritual pelekatan nama tersebut.
Setelah itu anak laki-laki yang akan diberi nama dibawa orangtuanya ketempat pelaksanaan adat atau disebut Hewat yang beralas tikar purun. Anak lalu dipasangi gelang manik oleh ibunya, sebagai makna ikatan hubungan.
Kemudian dilakukan prosesi Me Et Jiem atau pemotongan rambut anak oleh tetua adat, yang bermakna penataan awal tata adat keidupan merupakan ungkapan proses pertumbuhan.
Berikutnya dilaksanakan ritual Net Leug atau memohon calon nama anak lewat sarana daun pisang ambon yang dibentuk kotak berukuran 3x4 cm sebanyak 3 buah.
Dua potong daun pisang ambon itu lalu dipegang pemimpin ritual dengan posisi berdiri. Sambil mengucap doa, daun tersebut dilemparkan ke atas dan dibiarkan jatuh ke tanah.
Para wanita suku Dayak Modang ikut menari bersama Photo: Agri
Kemudian posisi daun yang baru jatuh tersebut dilihat, apabila dua-duanya terlentang atau tertelungkup berarti merupakan pertanda Tidak, maka prosesi dilakukan lagi. Pada saat itu ternyata posisi daun pisang yang dijatuhkan F Jiu satu terlentang dan satunya tertelungkup, itu berarti nama yang sudah diajukan pihak keluarga mendapat jawaban Ya dari leluhur mereka atau disetujui.
Ritual Ensoet Kenean atau pemasangan pakaian adat dan pusaka warisan kepada anak dilakukan oleh para tetua, ini merupakan simbol ikatan hubungan kekerabatan turun temurun yang bermakna penguatan identitas.
Ketua KKDM Tenggarong F Jiu Luay memasangkan busana adat ke anak laki-laki yang menjalani ritual pelekatan nama Photo: Agri | | |
Sebagai rasa syukur, kemudian dilakukan ritual Newag Jip Edat atau pemotongan hewan berupa babi jantan. Namun pada upacara adat ini, hewan tersebut diganti dengan ayam jantan.
Menurut Jiu, ritual pemotongan hewan ini adalah penghantar adat yang telah dikukuhkan kepada Yang Maha Kuasa dan leluhur. Darah ayam tersebut lalu dioleskan ke kepala, tangan dan kaki si anak beserta orangtuanya, serta dioleskan juga ke benda-benda pusaka keluarga, seperti mandau, sebagai simbol pengukuhan secara spiritual.
Upacara adat ini juga diwarnai dengan tarian adat Ngewai yang dibawakan para tetua dan seluruh keluarga sebanyak 8 kali putaran mengelilingi tempat ritual adat tersebut. Tarian tersebut merupakan simbol tahapan proses kehidupan alam fana hingga alam baka.
Prosesi pemberian nama itu ditutup dengan ritual penetral lingkungan dari hal-hal yang akan mengganggu kehidupan. Pada prosesi ini setelah membaca mantera, seorang tetua adat mengibas-ngibaskan rangkaian daun temali, daun bambu, peredang dan anak ayam kelingkungan sekitar, termasuk kepada keluarga yang hadir pada ritual itu.
Masing-masing anggota keluarga juga diminta meludahi dedaunan tersebut. Kemudian anak ayam itu disembelih di bawah tongkat bambu lalu dilihat isi perutnya oleh tetua adat, untuk mengetahui berkenan atau tidaknya para leluhur atas upacara adat yang sudah dilakukan.
"Kami bersyukur setelah dilihat dari isi perut anak ayam tadi tidak terdapat kelainan apa-apa, berarti apa yang kami lakukan hari ini direstui," ujar Jiu.
Jiu mengatakan ritual yang dilakukannya tersebut sekaligus untuk melesarikan adat mereka ditengah gencarnya arus moderenisasi. "Adat tidak boleh kita tinggalkan, ini bentuk kejujuran kita kepada leluhur yang tentunya harus dilestarikan," demikian katanya.
Upacara adat pelekatan nama suku Dayak Modang ini juga menarik perhatian warga Tenggarong dan pengunjung Erau, termasuk para jurnalis dan wisatawan mancanegara. (win/her)
|