Sepanjang 2010, 55 Buruh Terlantar Dipulangkan ke Jawa
Para buruh terlantar asal Jawa Timur saat ditampung di panti sosial Dinsos Kukar Photo: Joe
|
KutaiKartanegara.com - 05/11/2010 16:56 WITA
Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pada akhir Oktober lalu telah memulangkan 16 buruh terlantar ke Jawa Timur.
Mereka terpaksa dipulangkan ke daerah masing-masing lantaran tak memiliki uang setelah melarikan diri dari tempat pekerjaan mereka di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Kenohan dan Kembang Janggut. Para buruh ini hengkang dari PT AAU lantaran rendahnya upah yang mereka terima.
Diakui Kepala Bidang Rehabilitasi dan Kesetiakawanan Sosial Dinsos Kukar, Yuliandris, sepanjang tahun 2010 ini sudah 55 orang buruh terlantar asal pulau Jawa yang dipulangkan Dinsos karena terlantar dan tidak ada biaya untuk pulang.
"Seharusnya pemulangan buruh ini menjadi tanggung jawab pengerah tenaga kerja bersama pihak perusahaan perkebunan tersebut, namun ternyata mereka cuci tangan," jelas Yuliandris.
Pemkab Kukar melalui Dinsos merasa terpanggil untuk membantu kendati biaya yang diperlukan cukup besar. Karena jika dibiarkan tentu akan menimbulkan masalah sosial yang lebih parah lagi.
Dikatakan selain biaya tiket pesawat, para buruh yang dipulangkan itu juga mendapatkan uang saku dan biaya angkutan bus dari bandara menuju tempat masing-masing.
Diakuinya, jumlah buruh terlantar terutama di sentra perkebunan sawit seperti di Kecamatan Kenohan, Kembang Janggut dan Kota Bangun masih ada.
"Jumlahnya mencapai ratusan orang, berasal dari beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah hingga asal Jawa Barat. "Kasusnya sama yaitu upah yang tak sesuai dengan janji saat rekrutmen," demikian katanya.
Sementara juru bicara buruh terlantar, Wiyono, membenarkan bahwa mereka melarikan diri karena upah yang dijanjikan saat rekrutmen di Jawa tidak sesuai dengan upah yang mereka terima di perusahaan itu.
"Janjinya waktu itu untuk pembersihan lahan sawit diupah Rp 1.058.000 per hektar. Namun setelah menyelesaikan 2 hektar, ternyata kami diberi upah Rp 117.500 per hektar," ujarnya.
Dari upah yang jumlahnya sekitar 1/10-nya itu, dipotong lagi Rp 25 ribu untuk biaya katering/makan yang disediakan pihak koperasi perusahaan.
Sehingga sisa bersih upah yang diterima sekitar Rp 90 ribu kemudian dibagi 10 orang anggota kami yang membersihkan 1 hektar lahan tersebut. "Coba hitung berapa rupiah diterima setiap anggota kami yang membersihkan lahan itu," ujar Wiyono.
Wiyono atas nama kawan kawannya menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas kepedulian Dinsos Kukar yang memperhatikan nasib mereka yang terkatung-katung. "Semoga ini ada hikmahnya dan menjadi pelajaran buat kami," imbuhnya.
Menurut Wiyono, pihaknya juga telah melaporkan nasib mereka ke Dinas Tenaga Kerja dan Polres Kukar. "Kami mengadu ke Disnaker agar mendapat ganti rugi atas upah yang tidak sesuai dengan janji saat rekrutmen. Sedang ke Polres Kukar agar polisi sebagai aparat penegak hukum segera mengambil tindakan, terutama bagi pengerah tenaga kerja maupun perusahaan PT AAU," katanya.
Kedua institusi yang ditemuinya itu, lanjut Wiyono, tidak tinggal diam, namun terus melakukan proses penyelidikan. "Jika dibiarkan, kasus yang sama akan berulang kembali dan memakan banyak korban, terutama wong cilik seperti kami," pungkasnya. (joe)
|