Belimbur, Ajang Saling Siram Air di Penghujung Erau Warga tumpah ruah di sepanjang jalan protokol kota Tenggarong untuk saling menyiram air Photo: Humas Kukar/Irwan Wadi
Para gadis atau remaja putri kerap menjadi sasaran utama Belimbur Photo: Humas Kukar/Irwan Wadi
|
KutaiKartanegara.com - 03/08/2009 17:07 WITA
Salah satu momen dalam pesta adat Erau yang paling dinanti-nanti masyarakat kota Tenggarong atau Kalimantan Timur (Kaltim) pada umumnya adalah adat Belimbur.
Belimbur atau siram-siraman air merupakan puncak dari perayaan Erau yang dilaksanakan setelah upacara adat Mengulur Naga.
Seperti Belimbur yang dilakukan Minggu (02/08) kemarin di Tenggarong, ribuan warga begitu antusias untuk saling siram air satu sama lain. Ada yang menggunakan gayung, ember, kantong plastik hingga selang semprotan pompa air.
Hampir di setiap penjuru kota Tenggarong, khususnya yang berada di kawasan sepanjang sungai Mahakam, dipenuhi warga yang ingin Belimbur. Terutama di sekitar Museum Mulawarman atau Jalan Diponegoro, Jalan KH Akhmad Muksin, Jalan Wolter Monginsidi hingga Jalan Awang Long Senopati.
Warga yang ikut Belimbur tidak hanya berasal dari Tenggarong dan sekitarnya. Dari pantauan di lapangan, banyak pula warga yang berasal dari Samarinda, Balikpapan, Bontang maupun Kutai Timur.
Adat Belimbur sebenarnya baru dimulai setelah Sultan Kutai menerima air tuli di Rangga Titi yang diambil dari perairan di Kutai Lama, Kecamatan Anggana, daerah yang pernah menjadi ibukota pertama Kerajaan Kutai Kartanegara pada abad ke-13 hingga 17.
Kendati demikian, banyak masyarakat, terutama generasi muda, yang lebih dahulu melakukan Belimbur sebelum Sultan Kutai menerima air tuli dari Kutai Lama.
Menurut Koordinator Sakral Keraton Kutai, Awang Imaluddin, belimbur memiliki makna sebagai pembersihan diri dari hal-hal buruk atau negatif.
"Belimbur bermakna mensucikan diri dari pengaruh-pengaruh jahat, sehingga kita kembali suci dan bersih serta menambah semangat untuk bekerja membangun daerah," ujarnya. (win)
|