Aksi Damai Peringati Hardiknas Stop Komersialisasi Pendidikan! Sambil membentangkan poster dan membagikan selebaran, pengunjukrasa berorasi di tengah jalan Photo: Agri
Pengunjukrasa membentangkan poster berisi seruan terhadap pemerintah untuk menghentikan komersialisasi atas pendidikan Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 02/05/2008 22:20 WITA
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada hari ini disikapi sejumlah mahasiswa yang menamakan dirinya Komite Aksi (KOMISI) dengan menggelar aksi damai di bundaran Jembatan Aji Imbut dan Jalan Jenderal Sudirman, Tenggarong.
Sambil membentangkan sejumlah poster dan membagi-bagikan selebaran, para mahasiswa Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) dari beberapa fakultas ini secara bergantian berorasi menyerukan perbaikan terhadap sistem pendidikan di Indonesia.
Dalam aksinya tersebut, KOMISI menyerukan kepada pihak terkait khususnya Menteri Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan untuk menghentikan komersialisasi pendidikan maupun eksploitasi pendidikan.
Koordinator Aksi, Firman, saat berorasi menyerukan perbaikan kualitas pendidikan Photo: Agri | | |
Selain itu, mereka juga menyerukan perbaikan mutu pendidikan di Indonesia, efektifitas dalam penggunaan dana pendidikan serta peningkatan kesejahteraan bagi kaum pendidik.
Menurut Koordinator Aksi, Firman, Hardiknas tanggal 2 Mei selayaknya menjadi sebuah pembelajaran bagi bangsa akan pentingnya pendidikan yang merupakan cikal bakal kemajuan dan kemakmuran Negara.
"Adanya alokasi pendidikan 20% diharapkan dapat direalisasikan guna menciptakan perubahan mendasar dan kontekstual sesuai dengan tujuan pendidikan nasional," ujarnya.
Para pengunjukrasa membagi-bagikan selebaran kepara warga yang melintas Photo: Agri | | |
Ditambahkan Firman, peranan Pemerintah dalam merealisasikan tujuan pendidikan secara nasional, regional dan institusional sangatlah kurang, terutama untuk masyarakat kalangan bawah dan di wilayah terpencil.
"Regulasi pemerintah terhadap pendidikan pun masih dibiarkan mengambang, sehingga ada kesan pendidikan yang dikelola negara tetap kurang berkualitas karena lambat dalam menyikapi kemajuan pendidikan," cetusnya.
Sebaliknya, lanjut Firman lagi, pendidikan berbiaya mahal dibiarkan tumbuh subur. "Sehingga hanya orang mampu dan kaya saja yang dapat menikmati sekolah berkualitas. Fenomena keterpurukan pendidikan bangsa inilah yang menggerakkan hati kami untuk bersuara pada hari ini," katanya. (win)
|