Pementasan Gerhana Pukau Publik Tenggarong Sali, lelaki biasa yang menuntut keadilan atas terbunuhnya sebatang pohon pepaya Photo: Agri
Sali meratapi kematian pohon pepaya kesayangannya Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 17/12/2007 21:35 WITA
Sebatang pohon pepaya ditemukan tumbang di sebuah pekarangan rumah. Dilihat dari kondisi fisiknya, jelas sekali pohon itu sengaja dibabat dengan menggunakan benda tajam.
Sali, sang pemilik pohon pun larut dalam kesedihan. Pasalnya pohon pepaya itu telah dianggap bagai anak kandungnya sendiri. Maklumlah, dia telah lama mendambakan seorang anak.
Bagi Sali (AS Robiyatul Hidayat), pembabatan batang pohon pepaya itu tak ubahnya sebagai suatu perbuatan keji yang setara dengan pembunuhan. Lantas, siapa pelaku yang tega 'membunuh' pohon pepaya kesayangannya? Sali pun mengadukan perihal itu kepada sejumlah orang yang dianggapnya sebagai pembesar. Mulai dari Lurah, Camat hingga Polisi.
Tapi apakah para pembesar itu sudi mengurusi soal kematian sebatang pohon pepaya? Jawabannya tentu saja tidak. Laporan Sali malah tidak digubris oleh Lurah (Tri Andi Yuniarso), ditertawakan Camat (KimKim Mustaqim) dan stafnya (Erisa Ariyanti), bahkan membuat marah seorang komandan galak yang diperankan Dedi Sudarya.
Laporan Sali menjadi bahan tertawaan pihak Kecamatan Photo: Agri | | |
Sali jadi semakin putus asa dan nekad mengakhiri hidupnya. Hatinya telah tertutup, ibarat bumi yang gelap oleh gerhana.
Kisah ini merupakan penggalan dari pementasan drama bertajuk Gerhana yang dibawakan Teater Minimaha, Rabu (12/12) dan Kamis (13/12) malam lalu di gedung Serapo LPKK Tenggarong.
Pementasan selama 2 malam berturut-turut ini berhasil memikat ratusan warga Tenggarong, terutama para kawula mudanya. Publik Tenggarong memberikan apresiasi yang cukup baik terhadap pementasan berdurasi sekitar 1 jam ini.
Menurut Zairin Zain selaku penulis naskah sekaligus sutradara, kisah Gerhana diangkat dari sebuah cerita pendek karya M Fudoli pada tahun 1997.
Sang Komandan murka mendengar pengaduan Sali yang dinilainya telah melecehkan institusinya Photo: Agri | | |
"Drama ini sesungguhnya hanya mengangkat persoalan ringan, yang kerap terjadi di lingkungan sosial kita. Tapi kerap pula, soal-soal ringan seperti ini senantiasa mengiringi persoalan lain yang justru besar," katanya.
Ditambahkan Zairin, pementasan Gerhana beberapa malam lalu bukanlah yang pertama disuguhkan di hadapan penonton Tenggarong. "Ini yang ketiga kali," imbuhnya.
Pada tahun 1997, lanjutnya, naskah Gerhana untuk pertama kali dipentaskan oleh Bina Teater Kutai (Bintek). Kemudian pada awal tahun 2000, giliran Kelompok Sandiwara "H" (KSH) tampil membawakannya.
"Meski kisah ini sudah cukup lama, namun ide ceritanya sangat aktual, sarat pesan, menarikdan memiliki kekuatan sebagai bahan renungan. Dan Minimaha kembali mengangkatnya dengan versi berbeda," ujar Zairin. (win)
|