Muara Badak KLB Demam Berdarah Manusia Tak Pernah Menang Lawan Nyamuk
Gaya drg Kuntiyo saat menyampaikan materi pada pelatihan Kader DBD Daerah Endemis Photo: VICO Indonesia/Bastian
|
KutaiKartanegara.com - 05/10/2007 02:17 WITA
Manusia tidak pernah menang melawan nyamuk. Kendati dibasmi dengan berbagai cara, perkembangbiakan nyamuk masih tetap luar biasa. Hal itu disampaikan Kasi Pemberantasan Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara (Kukar) drg Koentijo Windarminto MA pada acara Pelatihan Kader DBD Daerah Endemis, Kamis (04/10) kemarin, di Balai Pertemuan Umum (BPU) Desa Badak Baru, Kecamatan Muara Badak.
Dikatakan Koentijo, cara paling ampuh memberantas nyamuk penyebar virus Demam Berdarah Dengue yakni memberantasnya ketika ia masih lemah. Kapan saatnya nyamuk itu lemah? Yakni ketika masih berbentuk telur dan jentik.
"Ada tiga cara dalam memberantas nyamuk DBD. Pertama dengan fogging atau pengasapan, kedua abatisasi dan ketiga dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)," ujarnya.
Dijelaskannya, fogging hanya dapat membunuh nyamuk dewasa dan bukan membasmi secara tuntas. "Karena tidak semua tempat bisa di-fogging. Apalagi nyamuk penyebar DBD dikenal sebagai jenis nyamuk 'intelektual'. Begitu di-fogging, maka dia akan segera pergi dan jika bau aroma asap sudah hilang, maka dia akan segera kembali," katanya.
Sedangkan abatisasi, lanjut Koentijo, hanya cocok digunakan di daerah yang banyak air. Namun hal ini juga belum menyelesaikan masalah karena cenderung membuat orang menjadi malas.
 Suasana kegiatan Pelatihan Kader DBD Daerah Endemis di BPU Muara Badak Ulu Photo: VICO Indonesia/Bastian | | |
"Coba bayangkan bak air yang diberi bubuk abate kemungkinan besar 3 sampai 4 bulan baru dikuras. Justru hal seperti ini tidak higienis, padahal sebaiknya bak air itu dikuras setiap minggu. Jentik nyamuk itu akan segera mati jika tersentuh tanah atau tidak lagi di penampungan," imbuhnya.
Koentijo pun berkelakar, "Agar bak mandi di daerah perkotaan sering dikuras, sebaiknya sesekali air PDAM dibuat keruh, baru dialirkan. Supaya warga rajin menguras bak penampungan airnya," katanya disambut senyum dan tawa geli para peserta pelatihan.
"Ketiga, dan ini yang paling dianjurkan adalah melalui gerakan PSN atau Pemberantasan Sarang Nyamuk. Coba nanti kalau pulang ke rumah ambil senter dan periksa dalam bak penampungan air. Jika ada jentik maka yakinlah bahwa anda termasuk 'penyumbang' nyamuk DBD," ujar Koentijo.
Dia juga menyarankan agar masyarakat menghindari kebiasaan menggantung pakaian. Apalagi jika berwarna gelap, karena hal seperti ini paling disenangi oleh nyamuk Aedes aegypti.
"Kami juga meminta kepada wartawan agar dalam memberitakan masalah pemberantasan DBD, jangan hanya menonjolkan foto kegiatan fogging. Sebaiknya tampilkan foto orang yang lagi melakukan kegiatan pembersihan atau PSN," ujarnya.
Ditambahkannya, Pemerintah Indonesia sebaiknya mencontoh Malaysia dan Singapura yang menerapkan sistem denda kepada warga jika ditemukan jentik nyamuk di sekitar rumahnya. Dan ini sangat efektif," kata Koentijo lagi.
 Kader Jumantik dan kader kesehatan lainnya se-Muara Badak dilatih untuk menanggulangi penyakit DBD Photo: VICO Indonesia/Bastian | | |
Terkait dengan pengobatan bagi pasien penderita DBD, menurut Koentijo, besarnya biaya pengobatan di RS swasta untuk 1-7 hari mencapai Rp 6,2 juta. Sedangkan untuk RS pemerintah sekitar Rp 4,1 juta.
"Memang mahal. Namun untuk warga kurang mampu di Kukar asal ada surat keterangan dari pemerintah setempat maka biaya pengobatan penderita DBD gratis," jelasnya.
Sementara dikatakan pimpinan Puskesmas Muara Badak Ulu, dr Hj W Nuraida, Muara Badak dinyatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) DBD karena ada 2 temuan kasus penderita DBD yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Anehnya, lanjut dr Ida, penderita DBD justru ditemukan di tempat yang sering dilakukan fogging. "Contohnya di Desa Gas Alam yang sering dilakukan fogging, justru 50% kasus DBD ditemukan di daerah itu. Sedangkan daerah yang tidak pernah dilakukan fogging justru tidak ada kasus DBD," ukar dr Ida.
Melalui pertemuan pada Rabu (02/10) lalu antara tim Puskesmas dengan tim medis VICO Indonesia, akhirnya diputuskan untuk menghentikan fogging. "Kami berterimakasih kepada VICO Indonesia atas bantuan dan partisipasinya selama ini dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan di wilayah Muara Badak," pungkasnya.
Pelatihan Kader DBD Daerah Endemis yang digarap Puskesmas Muara Badak Ulu bekerjasama dengan perusahaan migas VICO Indonesia ini diikuti sekitar 100 kader Jumantik dan kader kesehatan lain se-Muara Badak. Hadir pula pada acara ini di antaranya adalah para aparatur desa Muara Badak Ulu, dan H Soedi Wargono mewakili manajemen VICO Indonesia. (bas)
|