Usaha Hulu Migas Lebih Beresiko
Kilang milik Total E&P Indonesie di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. Usaha di bidang migas memiliki beban resiko yang tinggi, sehingga hanya perusahaan multi nasional berpengalaman yang banyak terjun di bidang ini Photo: Agri
|
KutaiKartanegara.com - 23/07/2007 21:39 WITA
Dibanding usaha jenis lainnya, maka usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) terutama saat eksplorasi dan produksi sangat sarat dengan beban resiko menanggung rugi. Jika ada keuntungan, itu pun baru akan diperoleh setelah beroperasi selama 3-5 tahun. Oleh sebab itu, investor bidang migas tidak dapat berdiri sendiri namun harus bekerjasama dengan perusahaan besar dalam bentuk perusahaan multi nasional.
Hal tersebut diungkap dosen Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Ing Ir Rudi Rubiandini RS dalam presentasinya di hadapan para wartawan cetak dan elektronik se-Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu (21/07) lalu, di Borneo Ballroom, Hotel Novotel, Balikpapan.
Menurutnya, usaha hulu migas, terutama pada kegiatan eksplorasi membutuhkan biaya yang sangat besar. Karena di tahapan ini adalah awal dari kegiatan yang membutuhkan teknologi canggih baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya, serta dukungan sumber daya manusia (SDM) yang sangat professional di bidangnya. "Tidak mudah menduga besaran potensi migas di dalam perut bumi. Perlu informasi geologis yang akurat dengan menggunakan teknologi tercanggih," terangnya.
Dr Rudi Rubiandini (kanan) didampingi Media Relations Officer Total E&P Indonesie Hendratno Eko Putro saat memaparkan perihal eksplorasi dan eksploitasi migas Photo: Dok. Total E&P Indonesie
Suasana presentasi Pengenalan Industri Migas oleh Dr Rudi Rubiandini di Hotel Novotel, Balikpapan, Sabtu (21/07) lalu Photo: Dok. Total E&P Indonesie|
| | |
Ditambahkan Rudi, jika tahapan ini mengalami kegagalan dalam menemukan cadangan migas, maka otomatis ratusan juta dollar biaya mencari informasi geologis ini akan lenyap begitu saja. "Biaya tersebut belum termasuk royalti kepada pemerintah, biaya operasional serta ganti rugi lainnya yang harus di bayar di depan. Dan belum pula termasuk biaya pengembangan dalam bentuk analisa produksi dan ekonomi serta pada tahapan produksinya," katanya.
Rudi pun menanyakan apakah ada di antara pengusaha nasional yang mampu untuk bermain secara mandiri di usaha penuh resiko ini? Dijawabnya sendiri bahwa sampai saat ini belum ada yang berani sama sekali. "Namun dilihat dari aspek kualitas SDM bangsa kita di bidang kegiatan hulu migas tidak kalah dengan bangsa lain. Banyak geologis kita yang pintar-pintar," tandas Rudi.
Oleh sebab itu, wajar jika pemerintah mengundang investor bermodal kuat dari luar negeri seperti perusahaan Total dari Perancis dan perusahaan sejenisnya melakukan kegiatan di sektor usaha hulu migas. "Mereka selain memiliki modal yang kuat, juga memiliki pengalamanan yang mumpuni di bidangnya," katanya.
Dalam materinya yang mengangkat tema Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas ini, Dr Rudi Rubiandini juga mengingatkan bahwa usaha hulu migas di dunia saat ini baru dilakukan sekitar paling tinggi 20%.
Sisanya yang 80% masih belum dilakukan secara intensif dan berada di sebagian besar lapangan offshore atau lepas pantai. Hal ini disebabkan karena teknologi untuk kegiatan offshore jauh lebih mahal dan canggih ketimbang yang dibutuhkan pada kegiatan onshore. "Untuk saat ini biarkan saja 80% itu kita tinggalkan untuk anak cucu karena mereka akan memikirkan teknologinya," katanya. (joe)
|