Nelayan Muara Badak Laksanakan Ritual Mappanre Tasi Warga melakukan aksi saling siram dalam perjalanan pulang selepas ritual Mappanre Tasi Photo: Bastian
Sang Sanro melemparkan butiran jagung ke laut Photo: Bastian
|
KutaiKartanegara.com - 07/07/2007 14:33 WITA
Masyarakat nelayan Desa Muara Badak Ulu, Kecamatan Muara Badak, Kamis (05/07) lalu menggelar prosesi Mappanre Tasi di perairan Selat Makassar. Ritual ini merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan YME dan doa agar Desa Muara Badak Ulu khususnya dan Kecamatan Muara Badak pada umunya dihindarkan dari segala macam bala dan bencana.
Prosesi acara dimulai di pendopo sekitar 'pohon kelapa beranak' di RT 02 Muara Badak Ulu yang dianggap keramat oleh sebagian warga Muara Badak. Di hadapan Sanro kampong atau juru kunci, sudah disiapkan baki atau nampan yang berisi sepiring ketan 4 warna yakni putih, hitam, merah dan kuning, berbentuk tumpeng yang diatasnya diberi sebutir telur rebus.
Di atas baki itu juga disiapkan seekor ayam kampung bakar dan segelas air putih serta sesisir pisang kepok. Usai prosesi pembacaan doa, sang Sanro kemudian membawa mappangolo atau sesajen tersebut ke laut dengan menggunakan sebuah kapal berbendera kuning.
Diiringi puluhan kapal nelayan, warga mengarak sesajen tersebut yang sudah ditempatkan ke dalam Lawasoji berupa anyaman bambu muda berbentuk persegi empat ukuran kira-kira 100 cm x 75 cm dengan tinggi 50 cm.
Sesajen digantung di pohon bakau yang berada di muara sungai Muara Badak Photo: Bastian | | |
Setiba di muara sungai, sang kuncen yang bisa dipanggil Wa Abu tersebut menggantungkan satu sesajen pada sebatang pohon bakau yang paling tinggi di muara Sungai Muara Badak. Sesajen tersebut baru boleh diambil setelah melarung sesajen ke laut atau biasa disebut dalam bahasa Bugis 'Mappanre Tasi'. Isi sesajen tersebut sama dengan sesajen yang akan dilarung.
Iring-iringan kapal kemudian menuju ke laut berjarak sekitar 2 mil dari muara sungai tempat menggantungkan sesajen pertama. Sesampai ditujuan sang Sanro kemudian memanjatkan do'a-do'a keselamatan dan tolak bala disertai dengan meneteskan minyak berwarna kemerahan atau biasa disebut 'minyak bau'.
Sejurus kemudian, sang Sanro melemparkan butiran jagung dan 3 butir telur ayam kampung ke laut. Tibalah saatnya untuk melarung Lawasoji yang berisi sesajen, namun sesajen yang berisi makanan tersebut hanya merupakan symbol karena makanan yang ada dalam lawasoji tersebut kembali diambil untuk dimakan secara bersama-sama.
Usai prosesi Mappanre Tasi tersebut, seluruh kapal diminta untuk mengitari Lawasoji yang terapung di laut sebanyak 3 kali. Setelah itu, barulah kapal pulang ke tempat semula yakni di RT 02 Muara Badak Ulu.
Puncak acara yang dinanti-nanti pun tiba setelah prosesi Mappanre Tasi berakhir. Warga yang berada di tiap kapal melakukan aksi saling siram air kepada penumpang kapal lainnya. Warga pun berupaya menyiram rombongan Muspika Muara Badak yang ikut menyaksikan prosesi tersebut.
Untungnya kapal yang ditumpangi rombongan Muspika Muara Badak dilindungi tenda, sehingga para penumpangnya aman dari siraman air laut. Namun, salah seorang wartawan yang meliput kegiatan itu tak luput dari siraman warga. Tak ayal kamera pun basah terkena air laut.
Lawosaji berisi sesajen dilarung ke perairan Selat Makassar Photo: Bastian | | |
Menurut Kepala Desa Muara Badak Ulu Zainal Farihin, ritual ini merupakan upaya untuk silaturrahmi dan sekaligus upaya melestarikan budaya kaum nelayan yang mayoritas berasal dari etnis Bugis. "Boleh dibilang ini adalah Erau-nya warga Muara Badak," ujar Zainal.
Kata Mappanre Tasi, lanjutnya, berasal dari bahasa Bugis yang bisa diartikan sebagai memberi makan laut. Ritual ini merupakan kegiatan yang dulu pernah dilakukan oleh tetua adat namun seiring dengan perjalanan waktu, maka pesta Selamatan Kampung inipun menghilang.
"Acara Selamatan Kampung dan Mappanre Tasi tersebut merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan kepada masyarakat Muara Badak," jelas Zainal.
Ditambahkan Zainal, kegiatan tersebut rencananya akan digelar setiap tahun. "Kita mulai dulu dengan acara sederhana, insya Allah ke depan kita akan buat lebih meriah lagi," demikian katanya.
Kegiatan yang dimulakan sejak pukul 08.00 hingga pukul 10.00 WITA tersebut kurang terasa gaungnya. Karena banyak warga yang tidak mengetahui jika akan digelar acara Selamatan Kampong. "Kalau disosialisasikan atau diumumkan jauh-jauh hari, pasti banyak warga yang hadir. Saya aja baru tahu setelah melihat pak Kapolsek masuk ke dalam gang ini," ujar seorang warga. (bas)
|