Bangunan Retak Akibat Peledakan Warga Desa Mulawarman Mengadu ke DPRD
Anggota DPRD Kukar Sabir Nawir (kanan) meminta agar kerusakan bangunan milik warga Desa Mulawarman dapat diperbaiki dengan benar Photo: Humas DPRD Kukar/Dian
|
KutaiKartanegara.com - 20/11/2010 18:08 WITA
Gara-gara blasting atau aktivitas peledakan di pertambangan PT Jembayan Muara Bara (JMB), puluhan warga Desa Mulawarman, Kecamatan Tenggarong Seberang, mengadu ke DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) di Tenggarong.
Pasalnya, proses peledakan itu telah mengakibatkan sejumlah rumah, fasilitas umum hingga percetakan sawah milik warga mengalami kerusakan berupa retak-retak.
Dalam Rapat Dengar Pendapat yang difasilitasi Komisi I DPRD Kukar, Rabu (18/11) lalu, terungkap bahwa ratusan Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 2.063 jiwa menuntut untuk direlokasi dari areal sekitar pertambangan tersebut.
"Warga kami sudah diperkosa oleh tambang. Tercatat, saat ini yang menuntut untuk direlokasi jumlahnya tidak sedikit yakni 660 KK atau 2.063 jiwa. Umumnya mereka semua merasakan akibat dari blasting itu," kata Kepala Desa (Kades) Mulawarman, Robert Siburian.
Dijelaskan Robert, sebelumnya sudah dilakukan pertemuan dengan PT JMB. Namun karena tindak lanjut dari realisasi ganti rugi lambat, warga membawa kasus itu ke DPRD Kukar untuk diselesaikan.
"Sudah dilakukan pertemuan di Hotel Mesra Samarinda pada Oktober lalu. Dalam pertemuan itu menghasilkan beberapa kesepakatan dengan PT JMB. Namun sampai kasus ini dibawa ke dewan, belum ada realisasi dari PT JMB terhadap warga," kata Robert.
Menanggapi hal itu, juru bicara PT JMB Tri Harjanto mengaku sebenarnya sudah ada niat dari perusahaan untuk mengganti rugi akibat dari blasting. Namun yang diusulkan pihaknya ditolak oleh warga.
"Kepada warga kami menawarkan program. Baik itu pengadaan air bersih sampai pada persoalan kesehatan. Namun warga tetap meminta dana tunai. Sehingga sampai sekarang belum titik temu. Kami menawarkan program karena manfaatnya bisa dirasakan secara terus menerus," katanya.
Dijelaskan Tri, program yang ditawarkan PT JMB tidak masuk dalam program Coorporate Social Responsibility (CSR) alias Comdev. "Program itu diluar Comdev. Kami usulkan program itu karena jika dihitung dana Comdev tidak akan cukup untuk membangun desa," ujarnya.
Lantaran belum juga menemui kata sepakat, akhirnya DPRD Kukar menyarankan untuk membuat tim gabungan. Tim itu terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang menghitung kerugian atau penyebab rusaknya bangunan. Lalu Dinas Kesehatan (Diskes) terkait debu dan pencemaran udara, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) meneliti dampak blasting serta instansi terkait lainnya.
"Kami akan membentuk tim untuk menyelesaikan masalah ini (laporan warga, Red). Selanjutnya dewan akan selalu memonitor sejauh mana kinerja dari tim pengawas gabungan itu," kata Ketua Komisi I DPRD Kukar, Guntur.
Sementara Wakil Ketua Komisi I DPRD Kukar Sabir Nawir menegaskan, persoalan ganti rugi akibat aktivitas tambang harus diselesaikan sesuai dengan dampaknya. Bukan dengan program lain yang tidak berkaitan sama sekali.
"Kalau rumahnya rusak, ya rumahnya diperbaiki. Bukannya diberikan program pengadaan air bersih atau kesehatan. Karena program itu masuk dalam Comdev, bukan ganti rugi," kata politisi asal Partai Demokrat itu.
Kendati demikian, Sabir kembali mengingatkan bahwa DPRD Kukar tidak memiliki wewenang untuk mengambil kebijakan. "Disini (DPRD Kukar, Red) hanya tempat untuk bermusyawarah. Kalau mengambil kebijakan hukum, ada pengadilan atau kepolisian. Kalau untuk menutup, itu ranahnya Pemkab Kukar," tegasnya. (gun)
|